Sabtu, 18 Februari 2012

Rabu Abu (Ash Wednesday)


Pada hari ini umat yang datang ke Gereja dahinya diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel kuno di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan


Mengapa Abu ?
Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaskah, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat. Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari jaman Perjanjian Lama. Abu melambangkan perkabungan, ketidakabadian, dan sesal / tobat.

Sebagai contoh, dalam Buku Ester, Mordekhai mengenakan kain kabung dan abu ketika ia mendengar perintah Raja Ahasyweros (485-464 SM) dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi dalam kerajaan Persia
<Ester 4 : 1>
Setelah Mordekhai mengetahui segala yang terjadi itu, ia mengoyakkan pakaiannya, lalu memakai kain kabung dan abu, kemudian keluar berjalan di tengah-tengah kota, sambil melolong-lolong dengan nyaring dan pedih.”

Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, “Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu.” <Daniel 9 : 3>.

Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu. Seperti tertulis dalam <Yunus 3 : 5 - 6>.
”Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu.”

Contoh-contoh dari Perjanjian Lama di atas merupakan bukti atas praktek penggunaan abu dan pengertian umum akan makna yang dilambangkannya. 

Yesus Sendiri juga menyinggung soal penggunaan abu: kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka meskipun mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan mendengar kabar gembira, Kristus berkata, Seandainya keajaiban-keajaiban yang dibuat di tengah-tengahmu sudah dilakukan di Tirus dan Sidon, pasti orang-orang di sana sudah lama bertobat dari dosa-dosa mereka dan memakai pakaian berkabung serta menaruh abu ke atas kepala..” <Matius 11 : 21> dari Alkitab terjemahan Bahasa Sehari-hari.


Ritual perayaan “Rabu Abu” ditemukan dalam edisi awal Gregorian Sacramentary yang diterbitkan sekitar abad kedelapan. Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita.

Dalam liturgi kita sekarang, dalam perayaan Rabu Abu, kita mempergunakan abu yang berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya yang telah dibakar. Imam memberkati abu dan mengenakannya pada dahi umat beriman dengan membuat tanda salib dan berkata, “Ingat, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu,” atau “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.”


Pantang dan Puasa selama masa Pra-Paskah
Masa Prapaskah, adalah masa tobat yang lamany 40 hari sebelum Paskah. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah, seperti tertulis dalam <Keluaran 34:28>
”Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman.” 

Demikian pula Nabi Elia dalam < 1 raja-raja 19:8>
”Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.”

Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya seperti tertulis dalam <Matius 4:2>.
”Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.”


Dalam Masa Prapaskah ini, menurut ketentuan Gereja kita diwajibkan :
Berpantang dan berpuasa pada hari Rabu, 22 Februari dan hari Jumat Suci, 6 April 2012.  Pada hari Jumat lain-lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.

Yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja yang baru adalah semua yang sudah genap berumur 18 (KHK k.97 §1) sampai awal tahun ke 60 (KHK k.1252).

Menurut faham Katolik puasa berarti makan kenyang satu kali sehari (dalam waktu 24 jam) dan dua kali sedikit. Minum air tidak termasuk soal puasa. Namun saat sekarang ini lebih ditekankan makan kenyang satu kali sehari menahan hal-hal dari keinginan dunia dan keinginan daging (manusia), seperti Puasa sikap, cara berpikir, omongan, tingkah laku yang tidak baik.

Yang diwajibkan berpantang: semua yang sudah berumur 14 tahun ke atas (KHK k.1252).
Dalam melakukan pantang, seseorang dapat memilih kegiatan atau makanan yang akan dihindari selama masa pra-Paskah itu. Misalnya, seorang memilih untuk berpantang daging, atau pantang garam, atau pantang jajan, atau pantang rokok Sangat dianjurkan hal yang dihindari adalah hal yang amat disukai pada masa biasa sehingga ketika pantang terasa berat.

Dengan berpantang dan puasa maka pengeluaran rutin lebih rendah daripada masa biasa. Sisa anggaran tersebut dikumpulkan untuk membantu mereka yang perlu bantuan baik orang Katolik maupun Non Katolik. Kegiatan ini namanya APP: Aksi Puasa Pembangunan. 

Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. 
< Lukas 3 : 8 >  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar