Selamat Paskah 2013 ....
Tema APP tahun 2013 adalah ”Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin
Berbela rasa”. Tema yang baik dan cocok untuk kita dijaman modern yang
semakin individualistis.
Saya tidak masalah dengan hal
”makin beriman”, malah hal itu memang selau di usahakan dengan berdoa dan baca
firman. Namun untuk bagian ”makin bersaudara, makin berbela rasa (dengan kata
lain adalah makin berbagi), saya merasa sangat kesulitan.
Seorang anak tunggul biasanya
cenderung lebih individualis, mengingat dia tidak punya kakak ataupun adik
untuk belajar berbagi. Hal ini saya alami dan akui. Baik dari kecil maupun
sampai sekarang, meskipun bentuk dan levelnya berbeda, saya merasa masih sulit
untuk berbagi dan cenderung individualis.
Jadi meskipun sulit namun tepat
sekali tema APP tahun 2013 ini, khususnya untuk saya belajar berbagi
Renungan ini saya tulis karena
suatu peristiwa yang baru-baru ini terjadi, saya merasa gagal dalam ujiannya.
Peristiwa itu berkaitan dengan nebeng,
hal ini dilakukan oleh tetangga saya, seorang tante berumur 53 tahun, sudah
bercerai secara hukum dengan mantan suaminya. Dia tinggal serumah dengan anaknya
paling kecil dan menantunya dari anak sulungnya juga seorang cucu perempuan
berumur 4 tahun. Namun anak sulungnya sendiri tidak tinggal bersama mereka,
karena bermasalah dengan istrinya dan dalam proses kawin lagi.
Jadi dirumah itu hanya ada 1
laki-laki, yaitu anaknya yang paling kecil, yang baru saja masuk kuliah,
sehingga tidak punya mobil dan tidak ada yang bisa nyetir.
Masuklah saya dan istri untuk
tinggal di rumah, pas di sebelah rumah tante itu.
Karena sang tante kerja di Tomang, dan saya setiap hari kerja melewati tomang, maka sang tante menebeng. Sewaktu istri saya bekerja, saya memang melewati kantornya yang dekat Rs. Harapan Kita, namun semenjak istri saya menjadi ibu rumah tangga, sebenarnya saya sudah tidak melewati kantornya lagi, saya bisa terus ke tomang raya. Namun sudah 2 tahun, sang tante terus nebeng dan rutenya tetap sama, yaitu sampai depan kantornya, meskipun membuat saya berputar lebih jauh.
Karena sang tante kerja di Tomang, dan saya setiap hari kerja melewati tomang, maka sang tante menebeng. Sewaktu istri saya bekerja, saya memang melewati kantornya yang dekat Rs. Harapan Kita, namun semenjak istri saya menjadi ibu rumah tangga, sebenarnya saya sudah tidak melewati kantornya lagi, saya bisa terus ke tomang raya. Namun sudah 2 tahun, sang tante terus nebeng dan rutenya tetap sama, yaitu sampai depan kantornya, meskipun membuat saya berputar lebih jauh.
Untuk hal ini saja, terkadang
saya masih ngedumel, karena menambah
bensin, menambah waktu perjalanan, bahkan terkadang membuat saya harus menempuh
jalan macet, padahal jalan tomang raya lebih lancar.
Tapi memang Tuhan ingin saya belajar
berbagi, karena terkadang sang tante, bisa mengajak teman-temanya yang
berdomisili di dekat rumah kami, untuk pergi bareng. Misal saat suami temannya
keluar kota, maka istrinya ikut mobil saya, atau juga saat temannya mobilnya di
bengkel.
Firman Tuhan mengajarkan dalam
kitab suci
<Matius 18 : 33> Bukankah engkaupun harus mengasihani
kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?
Saya belajar mengasihi, namun
terkadang terpikir kenapa saya yang sepertinya dipergunakan begini yah ?
bukankah mobil itu milik saya, dan saya berhak menerima atau menolak orang yang
nebeng. Lain halnya jika hanya 1 atau 2 kali, atau lain halnya jika sharing cost, ini tidak !! semua saya
yang harus tanggung.
Namun saya emosi timbul,
terutama saat sang tante lama persiapannya, dan saya harus menunggunya sampai
10 menit dimobil untuk sang tante keluar rumah, atau saat saya harus menyetir
dahulu ke tempat temannya. Tapi Tuhan mengingatkan saya dengan firman-Nya
tentang meng-kasihi sesama
<Imamat 19 : 18b> .... kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri; Akulah TUHAN.
<Galatia 5 : 14> Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu:
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!"
<Yakobus 2 : 8> Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum
utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri", kamu berbuat baik.
<Matius 19 : 19> hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
<Matius 22 : 39> Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
<Markus 12 : 31> Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
<Lukas 10 : 27>
Jawab orang
itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Ditegur oleh firman, saya
mengalah dan belajar mengasihi sang tante dengan segala keadaannya. Namun
terkadang pikiran saya melawan firman dengan menggunakan kata ”seperti dirimu
sendiri”, jika saya, maka saya tidak akan tidak tahu malu dengan menebeng 3
tahun (1 tahun sewaktu istri saya masih bekerja, dan sudah 2 tahun sejak istri
saya menjadi ibu rumah tangga), tanpa membalas budi apapun. Melainkan saya akan
berusaha mandiri atau saya akan memberikan hadiah / balas budi, minimal pada
ulang tahunnya.
Emosi mulai
timbul dan ke-kesal-an melanda . . . .
Tapi kembali firman Tuhan
menegur dalam 2 ayat berikut ini
<Filipi 2 : 3 - 4> dengan tidak mencari kepentingan sendiri
atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang
seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga.
Tuhan ingin kita memikirkan
kepentingan orang lain diatas kepentingan kita.
Karena jika yang nebeng adalah bos atau seseorang yang memberikan uang, pasti saya tidak keberatan. Namun karena ini adalah sang tante yang tidak bisa membalas, disinilah saya belajar untuk memberi, belajar untuk berbela rasa.
Karena jika yang nebeng adalah bos atau seseorang yang memberikan uang, pasti saya tidak keberatan. Namun karena ini adalah sang tante yang tidak bisa membalas, disinilah saya belajar untuk memberi, belajar untuk berbela rasa.
Hal ini seperti yang diajarkan
oleh firman Tuhan, yaitu memberi / mengundang pesta mereka yang tidak dapat
membalas, maka Tuhan-lah yang akan memberi balasan pada kita.
<Lukas 14 : 12 - 14> Dan Yesus berkata juga kepada orang yang
mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan
malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu
atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan
membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat
balasnya.
Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin,
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.
Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk
membalasnya kepadamu. Sebab
engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar."
Saya sudah lulus pada tahap
berbagi level ini, namun disaat Tuhan membawa saya ke level yang lebih tinggi,
saya masih gagal.
Karena tiga hari lalu (tgl 16
Maret 2013), teman saya dikantor menebeng.
Pada saat dia pertama kali dia nebeng, saya tidak masalah dan senang bisa membantu, namun dihari kedua, saya mulai merasa keberatan. Dan dihari ketiga, saat teman saya sms menanyakan saya pulang jam berapa, di situ saya emosi, dan menjawab sms dengan kata ”Nebeng lagi bos, jadi rutin ?”. Teman saya membalas ”hehehe. Ya itu juga kalo boleh hikss. Dan saya membalas dengan sms terakhir ”Liat nanti yah bos, kalo jamnya cocok”
Pada saat dia pertama kali dia nebeng, saya tidak masalah dan senang bisa membantu, namun dihari kedua, saya mulai merasa keberatan. Dan dihari ketiga, saat teman saya sms menanyakan saya pulang jam berapa, di situ saya emosi, dan menjawab sms dengan kata ”Nebeng lagi bos, jadi rutin ?”. Teman saya membalas ”hehehe. Ya itu juga kalo boleh hikss. Dan saya membalas dengan sms terakhir ”Liat nanti yah bos, kalo jamnya cocok”
Teman saya mungkin merasakan
teguran tidak langsung dari saya, mungkin malah tersinggung. Karena pas saya
telepon dia jam setengah delapan malam, dia tidak menjawab telepon dari saya.
Disini saya masih gagal untuk
berbagi dan berbela rasa, dan merasa tidak enak, tapi dicampur rasa lega karena
tidak jadi hal nebeng rutin lagi, seperti sang tante menebeng di pagi hari.
Tapi firman Tuhan terus menghantam saya, sehingga membuat saya merasa
penyesalan (belum bertobat sih), paling tidak membuat saya merenung dan belajar
bahwa semua-semua adalah dari Tuhan dan harus dipakai seturut rencana Tuhan.
Saya teringat perkataan ayub
yang belajar menyerahkan semuanya kepada Tuhan
<Ayub 1 : 21> katanya:
"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga
aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil,
terpujilah nama TUHAN!"
Semoga anda sekalian, bisa sama-sama
belajar berbagi dengan sesama, terutama mereka yang belum kenal Kristus, agar
menjadi kesaksian kasih Kristus dan kita menjadi duta Kristus bagi mereka. Dan
kita juga belajar menggunakan harta yang dipercayakan kepada kita seturut
rencana-Nya dan memuliakan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar